Jakarta | mediasinarpagigroup.com – Pensiunan wartawan Jawa Pos (JP), Abdul Muis setelah aksi Gowes Sby-Jkt lima hari, Jumat siang (1/12/2023) ini, mendatangi Dewan Pers, Jl. Kebon Sirih, Jakarta Pusat.
Mantan wartawan senior JP berusia 60 tahun ini, minta dukungan Dewan Pers terkait ikhtiar para mantan awak media JP memperjuangkan hak menopang hidup hari tua insan pers, soal saham 20 persen milik seluruh karyawan.
“Kedatangan saya dengan didukung wartawan-wartawan muda ibukota, ingin mengetuk hati nurani para komisaris JP, Goenawan Mohamad dkk agar peduli nasib karyawan yg sudah pensiun, banyak yang hidup sengsara,” kata Abdul Muis, di Dewan Pers, Jumat (1/12/2023).
Ketua Dewan Pers Dr Ninik Rahayu, SH, MS saat ditemui Amu, mengatakan sangat mengapreasi perjuangan mantan wartawan JP yang menyampaikan aspirasi dengan Gowes dari Surabaya ke Jakarta.
“Saya prihatin. Seharus persoalan ini bisa sejak awal karena ada hak dan kewajiban. Jadi, tidak perlu harus ada yang Gowes ke Jakarta hanya untuk meminta hak karyawan,” kata Ninik.
Ninik mengaku baru mengengar persolan ini. Dewan Pers, kata dia, akan mempelajari masalah tersebut.
“Saya berharap bisa diselesaikan sebaik-baiknya secara damai dan secepatnya. Kalau bisa tidak harus melalui jalur hukum,” tegas Alumni Universitas Negeri Jember ini.Amu mengatakan, yang diperjuangkan mantan awak media Jawa Pos, hajat hidup hari tua terkait saham 20 persen sejak Tahun 1985. Hak saham ini di bawah kuasa Yayasan Karyawan Jawa Pos.
“Sejak awal 80an sampai 2000, karyawan makmur setahun dapat lebih dari dua belas gaji, dan deviden karyawan. Setelah Dirut JP Eric Samola meninggal tahun 2000, saham itu mulai tidak jelas,” kata Amu.
Terpisah, Amu juga menemui Ketua PWI Pusat, Hendry Bangun Ch di Kantor PWI, Gedung Dewan Pers, Jakarta Pusat, Jumat (1/12/2023).
Hendry merespon positif gerakan sosial Amu dalam memperjuangkan hak.
“Secara pribadi saya berpandangan sesuatu yang menyangkut hutang terkait hak wajib dikembalikan,” kata Hendry, mendukung Amu menyampaikan apirasi ke Dewan Pers.
Terpisah, wartawan perintis JP Slamet Oerip Pribadi mengungkapkan bahwa RUPS JP 2001, manajemen di bawah kendali Dahlan Iskan membubarkan yayasan. Saham karyawan dititipkan Dahlan untuk dikelola, Dahlan diharuskan membuat lembaga karyawan baru.
“Selama manajemen di bawah kendali komisaris Goenawan Mohamad dkk, dan Dahlan Iskan sebagai Dirut selama 20 tahun Yayasan Karyawan tidak pernah dibentuk,” kata Sop, panggilan akrab Slamet Oerip Pribadi.
Sop jadi wartawan Jawa Pos sejak awal diakuisisi manajemen Majalah Tempo, menambahkan, tahun 2021 sejumlah mantan karyawan JP diundang Dahlan Iskan, yang kebetulan sudah tidak lagi jadi pucuk pimpinan JP untuk membahas soal 20 persen saham karyawan itu.
Akhirnya, para mantan karyawan menunjuk pengacara Sudiman Sidabukke, SH hingga memperoleh legal standing dan berhasil menempuh cara damai di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya. Majelis hakim menetapkan akta van dading tertuang dalam putusan PN Surabaya Nomor: 125/Pdt.G/2022/PN Surabaya, tanggal 9 Mei 2002.
Isi putusan, memerintahkan Dahlan Iskan membentuk lembaga karyawan bernama “Yayasan Pena Jepe Sejahtera Surabaya. Selain itu, Dahlan juga diperintahkan mengembalikan saham karyawan JP ke yayasan baru itu.
“Yayasan berhasil memperoleh Akta Notaris pada 12 Agustus 2022. Namun terjadi stagnasi. Hak saham dan hak deviden dari manajemen Jawa Pos tidak kunjung direalisasikan,” kata Sop yang berusia 73 tahun.
Karena tidak ada etikat baik manajemen JP dan para komisaris, akhirnya para mantan wartawan dan karyawan JP menunjuk lawyer dari Jakarta, Dr Duke Arie Widagdo, SH, MH, CLA pada 21 Juli 2023.
“Pengacara baru itu langsung bergerak. Membawa kasus ini dipidanakan ke Polda Jatim. Saat ini, masih dalam tahap penyelidikan untuk dilakukan gelar perkara berlanjut ke penyidikan,” kata Sop. (Team)