Kaur | mediasinarpagigroup.com – Seperti sebelumnya direncanakan Kejaksaan Negeri (Kejari) Kaur. Sidang kedua kasus dugaan korupsi pengadaan jas Kabupaten Kaur dengan dua terdakwa yakni mantan Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa (DPMD) Kabupaten Kaur Asdiyarman dan pihak swasta Rahmandasya. Menghadirkan Bupati Kaur H Lismidianto, SH, MH sebagai saksi, Selasa 5 Maret 2024.
Dalam sidang di Pengadilan Negeri Bengkulu ini. Bupati Kaur diberi sejumlah pertanyaan oleh Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) yang diketuai Agus Hamza, SH, MH.
“Kemarin (Selasa, 5 Maret 2024) sidang terkait dengan dugaan gratifikasi terhadap Kepala Dinas PMD Kabupaten Kaur dengan menghadirkan lima orang saksi salah satunya Bupati Kaur,” kata Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejari Kaur Bobby Muhammad Ali Akbar di PN Bengkulu, Rabu 6 Maret 2024.
Ia menyebutkan, berdasarkan fakta dalam persidangan, Bupati Kaur Lismidianto mengarahkan terdakwa Rahmadansyah untuk menghadap kepada terdakwa Asdyarman.
Kemudian, dengan arahan dari Dinas PMD Kaur. Beberapa Kades di Kabupaten Kaur mengubah Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes) tahun 2022. Ini untuk memasukkan item pengadaan jas tersebut. Berdasarkan temuan dari Inspektorat bahwa harga jas yang telah digelembungkan atau mark up.
Namun, besaran nominal harga yang digelembungkan itu dilakukan oleh oknum Kades yang telah berkoordinir dengan pihak yang melakukan pengadaan jas tersebut., “Jadi, harganya itu dibuat Rp 6 juta. Namun realisasinya ternyata hanya Rp 2,5 juta. Ini penyelidikannya di Polres Kaur. Dari hasil audit sepertinya sudah dikembalikan,” ujar Bobby.
Selain menghadirkan Bupati Kaur sebagai saksi. Ikut serta 4 orang lain sebagai saksi. Yakni mantan Sekretaris Dinas PMD Kaur Salamuddin, Ketua Forum Kades Kecamatan Kelam Tengah Diasman dan Ketua Forum Kades Padang Guci Hilir Esdy Novian dan swasta Sarwin.
Sementara itu, dari keterangan Bupati Kaur dalam persidangan terungkap, dirinya menegaskan tak pernah memberikan perintah pada Dinas PMD untuk memberikan proyek pengadaan jas tersebut kepada terdakwa Rahmandasya.
Juga terungkap, jika terdakwa Rahmandasya alias Sangkut pernah menghadap Bupati Kaur untuk meminta lokak atau proyek. Yang selanjutnya diarahkan menemui Kadis PMD Kaur kala itu (Asdyarman, red) yang kini juga jadi tersangka dalam perkara ini.
“Waktu itu dia (terdakwa Sangkut, red) minta proyek, saya bilang langsung aja ke PMD,” ungkap Lismidianto dihadapan Majelis Hakim.
Lismidianto juga mengaku, belum pernah memberikan proyek kepada terdakwa Sangkut. Bahkan, saat terdakwa Sangkut menghadap terdakwa Kepala PMD. Ditegasnya itu tidak ada penekanan khusus dari dirinya prihal ihwal proyek yang diminta terdakwa Sangkut.
Selain itu, waktu terdakwa Sangkut menghadap dirinya. Lismidianto menyatakan, belum mengerucut pada pembahasan pengadaan jas.
“Kalau penekanan tidak ada. Saya bilang kalau bisa bantu, tapi belum ada mengerucut pada pemberian jas,” ungkap Lismidianto.
Selanjutnya Bupati ditanya oleh Majelis Hakim apakah ada pertemuan lebih lanjut antara bupati dan terdakwa, sehingga Bupati menjawab bahwa diwaktu yang dirinya lupa tepat hari dan tanggalnya.
Dirinya kembali ditemui oleh terdakwa Rahmandasya bersama Sarwin di lobby lantai dasar Kantor Bupati Kaur. Sehingga kala itu bupati meminta terdakwa Asdiyarman untuk menemui terdakwa Rahmandasya.
Namun ternyata terdakwa eks Kadis PMD berhalangan, sehingga diwakili oleh Sekretaris Dinas PMD pada masa itu. Setelah itu bupati tidak mengetahui lebih lanjut terkait dengan proyek pengadaan jas Kades tersebut.
Sementara itu, kuasa hukum terdakwa Asdiarman, yakni, Sopian S Siregar, SH, M.Kn menegaskan, pernyataan saksi tidak ada paksaan dari kliennya terhadap kepala desa untuk melakukan pengadaan jas.
Menurutnya, jika ada paksaan atau penyalahgunaan kewenangan oleh kliennya. Kemungkinan besar ada 80 Persen Kades di Kabupaten Kaur yang menganggarkan pengadaan jas tersebut. Lalu terungkap di persidangan hanya beberapa kepala desa saja yang membuat jas tersebut. Dimana dari 193 desa se-Kabupaten Kaur, hanya 49 desa yang melakukan penganggaran.
“Yang menganggarkan jas itu kan hanya 49 desa. Kalau memang betul ada pemaksaan dari klien saya, setidak-tidaknya 80 sampai 90 persen. Sampai pemeriksaan saksi – saksi tadi saya sebagai kuasa hukum belum melihat ada pemenuhan unsur penyalahgunaan kewenangan oleh klien saya,” ujarnya.
Lebih lanjut Sopian menyampaikan, dari pandanganya. Pernyataan saksi dalam persidangan meringankan kliennya, karena tidak ada unsur paksaan kepada kepala desa untuk ikut program pengadaan jas tersebut oleh kliennya. Sebab, kliennya menyampaikan kepada kepala desa yang ikut hadir dalam pertemuan. Dapat menganggarkan pengadaan itu jika memiliki anggaran.
“Tadi saya pertegas dengan saksi, apakah jika kamu tidak menganggarkan atau tidak mengikuti program ini. Maka ADD kamu akan dipersulit, tapi kan tidak ada unsur – unsur seperti itu,” tegasnya
Ditambahkannya, bahwa kliennya didakwa pasal penyalahgunaan kewenangan. Maka sejauh ini tidak ada fakta persidangan yang mengarah ke unsur yang didakwakan ke kliennya.
“Karena pasal yang dituduhkan kepada klien saya pasal penyalahgunaan kewenangan, maka saya berkeyakinan menurut saya unsur itu didakwakan kepada klien saya sulit untuk dipenuhi dan ini saya yakin bukan tindak pidana korupsi,” ungkapnya.
Untuk diketahui, terdakwa mantan Kepala Dinas PMD Asdiarman didakwa Pasal 12 huruf a Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Undang-Undang RI Nomor 20 tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Sedangkan untuk terdakwa Rahmandasya didakwa dalam Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Undang-Undang RI Nomor 20 tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Dalam dakwaan itu juga menyebut, Asdiyarman diduga menerima uang Rp 30 juta dari Rahmandasya selaku pelaksana kegiatan pengadaan jas di 49 desa di Kabupaten Kaur. Pemberian uang ini dimaksudkan, agar Kepala Dinas PMD Kaur mengarahkan para kepala desa untuk melakukan pengadaan pakaian jas. Pemberian uang tersebut dilakukan sebanyak 4 kali.
Seperti diketahui, kasus ini bermula dari pengadaan jas untuk perangkat desa di 49 desa Kabupaten Kaur. Kades tersebut diduga menyalahgunakan wewenang dan jabatannya. Dengan merubah Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes) tahun 2022. Perubahan ini dilakukan sepihak tanpa melalui Musyawarah Rencana Pembangunan Desa (Musrenbangdes). Sehingga kini pengadaan jas dengan menggunakan anggaran Dana Desa (DD) ini naik ke meja hijau.
Sementara itu, dalam sidang perdana perkara ini tanggal 28 Februari 2024 lalu. Majelis Hakim yang diketuai Agus Hamzah sempat menyoroti Kerugian Negara (KN) dalam perkara ini. Sorotan dari Ketua Majelis Hakim ini usai dakwaan dibacakan, adalah biaya perkara yang dikeluarkan.
Pasalnya, KN dalam perkara dugaan korupsi pengadaan jas di Dinas PMD Kaur tahun anggaran 2022 hanya Rp 30 juta. Dia menilai, biaya yang dikeluarkan dalam prosesnya lebih besar dari nilai KN tersebut.
“Perkara dengan kerugian Rp 30 juta menghabiskan biaya perkara beberapa ratus juta. Bayangkan, negara jadi rugi,” ucap Ketua Majelis Hakim.(Muaslim)