Jakarta | mediasinarpagigroup.com – PT.NIAGA UTAMA INDONESIA selanjutnya disebut ( PT NUI ) diduga telah melakukan Penipuan dengan nilai kerugian mencapai 40 Miliar Rupiah.
Senin, 25 November 2024 lalu, Dudi Dermawan dan Adinda Prameswari selaku karyawan/staff PT Pupuk Indonesia Niaga yang merupakan bagian dari Holding PT Pupuk Indonesia selanjutnya disebut PT PIN di dampingi Tim Kuasa Hukum dari Kantor Hukum MARY GIRSANG & ASSOCIATES, ADVOCATE & LEGAL CONSULTANT melaporkan direksi PT NUI ke Polda Metro Jaya atas dugaan Tindak Pidana Penipuan terkait transaksi jual beli batubara antara PT PIN dengan PT NUI berdasarkan pembayaran ganti rugi menggunakan cek kosong.
Mery Girsang, SH, MH selaku Ketua Tim Kuasa Hukum PT PIN menjelaskan bahwa kasus ini bermula dari transaksi jual beli batubara antara PT PIN dengan PT NUI berdasarkan perjanjian jual beli batubara No. DIR/KEL-200/400/0723/238 pada tanggal 20 Juli 2023 di kantor Pusat PT PIN di Jakarta., Dimana PT PIN sebagai pembeli dan PT NUI sebagai supplier. , PT NUI diwakili oleh Andres Suprobo sebagai Direktur Utama.
Dalam pelaksanaannya PT NUI tidak memenuhi kewajibannya dalam memenuhi spesifikasi barang (batubara) sesuai dengan kesepakatan dalam perjanjian.
Akibat hal tersebut PT PIN mengalami kerugian sebagai berikut :
- Kerugian senilai Rp. 40.198.950.000 yang merupakan pembayaran uang muka sebesar 60% dari nilai kontrak.
- Tuntutan dari konsumen sebesar USD 957.931,60 atau senilai Rp. 15.041.729.362,06
- Biaya-biaya lain yang timbul akibat permasalahan ini yang tentu nilainya juga tidak sedikit.
Selanjutnya, tutur “Ibu Merry” sapaan khas Pengacara Senior tersebut. Bahwa dalam rangka menyelesaikan permasalahan ini diadakan kesepakatan antara PT PIN dengan PT NUI sebagai bentuk penyelesaian permasalahan dengan cara PT NUI melakukan pembayaran pada PT PIN dengan cara mencicil karena pergantian batubara dengan spesifikasi yang sesuai tidak pernah direalisasikan oleh PT NUI.
Dalam pelaksanaan kesepakatan tersebut pun PT NUI kembali tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana yang telah disepakati. Maka pada tanggal 29 Februari 2024 PT PIN melayangkan SOMASI pertama kepada PT NUI.
Menanggapi SOMASI dari PT PIN, PT NUI menyampaikan “seakan” mengalihkan fokus pembayaran dengan beralasan sedang dalam proses menjual aset berupa Gedung Fave Hotel milik Roy Shindu yang merupakan salah satu pemegang saham PT NUI.
Lalu pada 25 September 2024 PT NUI memberikan cek sebagai sebagai salah satu bentuk pembayaran kepada PT PIN, lalu melalui stafnya, PT PIN menuju Bank Mandiri KCP Gedung Jaya Jakarta guna mencairkan cek tersebut. Sesampainya disana ternyata pencairan cek tersebut tidak dapat diproses karena di hold, kata petugas Bank Mandiri yang bertugas pada saat itu. Disampaikan bahwa sebelumnya pada tanggal 23 September 2024 orang dari PT NUI bernama Go Julianty mendatangi Bank Mandiri Jakarta Pusat KPKN II, Jl. Dr. Wahidin II No. 3 Jakarta Pusat untuk memblokir rekening PT NUI, yang mana berdasarkan rekening tersebut yang mengeluarkan cek untuk pembayaran dari PT NUI kepada PT PIN.
Menyikapi hal tersebut Dudi Dermawan selaku SPM Penyelesaian Piutang PT PIN mengkonfirmasi hal ini kepada Andres Suprobo Lianto ( Direktur Utama PT NUI ). Untuk kesekian kalinya jawaban dari Andres Suprobo Lianto hanya alasan menunggu keputusan manajemen dan ketidakpastian terhadap cek kosong tersebut.
Hal yang mencengangkan terjadi ditengah ketidakpastian pembayaran yaitu pada tanggal 1 Oktober 2024, PT PIN mendapatkan relaas panggilan sidang terkait gugatan Perbuatan Melawan Hukum dari Andres Suprobo Lianto (Direktur Utama PT NUI) kepada PT PIN terkait keberatannya mengenai pembayaran denda bunga keterlambatan.
Sudah keterlaluan, di luar nalar dan tidak masuk akal, tutur Ibu Merry. Dari awal, skema transaksi yang ditawarkan mereka ( PT NUI cs ) sudah berbelit-belit dan janggal, mana ada skema penjualan batubara seperti itu apalagi berurusan dengan BUMN, tutur Ibu Merry yang sudah malang melintang di dunia Pertambangan selama puluhan tahun.
Menambahkan pandangan tersebut, Frederick L H Oktavianus Lbm, SH selaku bagian dari Tim Kuasa Hukum PT PIN menyampaikan bahwa, dalam penelusuran kami terhadap kasus ini, kami melihat adanya proses mobilisasi dan demobilisasi yang sangat janggal, seakan-akan sudah dirancang dari awal dan “dikondisikan” sehingga dalam proses pengecekan barang di Mothervessel (kapal pengangkut) barang terindikasi sudah ditukar sebelumnya sehingga tidak sesuai dengan spesifikasi yang telah diperjanjikan, padahal pengecekan sebelumnya spesifikasi barang sudah sesuai makanya terjadi pembayaran uang muka sebesar 60%. Dengan kejadian ini tentu kerugian negara tidak dapat dihindarkan bila PT NUI tidak segera bertanggungjawab.
Di tempat terpisah, Trudo H.M Nainggolan selaku Plt. Direktur Utama PT PIN sangat mendukung proses pemeriksaan kasus ini lebih mendalam secara utuh dan menyeluruh oleh Tim Kuasa Hukum dan Pihak Kepolisian yang bertugas, sehingga pihak-pihak terkait yang terlibat dalam permasalahan ini dapat bertanggungjawab.(M. Purba)