JAKARTA, mediasinarpagigroup.com – Koordinator Center for Budget Analysis (CBA), Jajang Nurjaman mengungkapkan, anggaran di Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) tahun 2021 melambung tinggi. Meskipun ada recofusing untuk Covid-19 sebesar Rp 17,99 Triliun, anggaran awal Rp 149,81 Triliun menjadi Rp 131,82 Triliun.
“Dibanding anggaran yang dihabiskan tahun 2020 Rp 75,6 Triliun kenaikannya cukup fantastis sebesar Rp 56 triliun,” kata Jajang dalam keterangannya kepada Kronologi.id, Rabu (23/6).
Menurut Jajang, anggaran Kementerian PUPR yang fantastis itu berpotensi besar disalahgunakan karena masih banyak persoalan yang belum dituntaskan. Setidaknya, ada 9 program dari 13 program utama Kementerian PUPR yang CBA nilai tidak produktif.
Contohnya, program penelitian di tahun 2020 menghabiskan Rp 365,1 miliar. Belum lagi program untuk sarana prasarana pejabat Kementerian PUPR tahun 2020 sebesar Rp 235,7 miliar, serta program pengendalian lumpur Sidoarjo sebesar Rp 239,8 miliar.
“Program tidak produktif ini akan terus dijalankan Kementerian PUPR dan menjadi beban keuangan negara,” tuturnya.
Di sisi lain, lanjut Jajang, berdasarkan temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) khusus tahun 2019, terdapat 130 kasus pada Kementerian PUPR dan nilai potensi kerugian negara sebesar Rp 998,3 miliar.
“Hal ini juga sangat paradoks karena setiap tahunnya Kementerian PUPR memiliki program pengawasan dan peningkatan akuntabilitas aparatur Kementerian PUPR setiap tahunnya, dengan anggaran di atas Rp 100 miliar,” ungkapnya.
Jika ditotal, kata Jajang, rata-rata anggaran tidak produktif Kementerian PUPR setiap tahunnya boros sebesar Rp 2,7 triliun.
Selanjutnya, aturan yang dikeluarkan Kementerian PUPR terkait proyek infrastruktur (Permen 07/PRT/M/2019), CBA anggap banyak masalah. Salah satunya bobot penilaian teknis dibanding penilaian harga sangat jomplang 70:30.
Menurut Jajang, hal ini bisa berdampak nilai proyek yang dijalankan Kementerian PUPR mahal dan boros. Misalnya, dalam proyek Ciujung Priorty Civil Works Package III tahun 2020, dimenangkan PT Pembangunan Perumahan dengan nilai proyek Rp 248,4 miliar.
Nilai proyek ini mahal dibanding tawaran PT CPK senilai Rp 233,3 miliar, meskipun ada selisih Rp 15 miliar, tapi kalah karena masalah penilaian teknis.
Berdasarkan catatan di atas, Lembaga CBA meminta Presiden Joko Widodo mengevaluasi Menteri PUPR Basuki Hadimuljono karena di bawah kepemimpinannya banyak pemborosan anggaran.
“Selain itu pihak penegak hukum khususnya KPK harus segera turun tangan melakukan penyelidikan atas proyek PUPR,” tukasnya.(Wedi W)