Kabupaten Solok | mediasinarpagigroup.com – Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah Negara yang kaya akan kandungan emasnya, bahkan saking kaya kekayaan alam negara kita membuat penjajah menjadi betah menjajah seperti negara Belanda menjadi keenakan tinggal di negara kita, Ia menguasai dan menjajah negara kita selama 3,5 Abad lebih.
Bicara soal potensi akan kandungan emas Solok Selatan lah yang masuk nominasi di Sumatra Barat yang paling banyak kandungan emasnya untuk seluruh tambang emas yang ada di Kabupaten Solok
Kegiatan tambang emas di Kabupaten Solok dan Solok Selatan ini sudah lama berlangsung jumlah kilo gram emas nya yang sudah di keluarkan atau dihasilkan dan di dapatkan oleh pelaku PETI jumlahnya sudah Berton – ton yang sudah di eksploitasi dampak dan akibat kerusakan lingkungannya ekosistem alam menjadi rusak yang telah berubah di obrak abrik sudah sangat parah.
Tidak heran dan tidak jarang aktivitas tambang ilegal ini dan akan mengakibatkan dampak buruk pada kerusakan alam berujung bencana seperti banjir bandang dan berujung memakan korban jiwa.
Bicara tambang emas ilegal atau penambang emas tanpa izin (PETI) pada dua daerah Kabupaten Solok dan Solok Selatan di Sumatra Barat sekarang bukan hal yang baru ,penambang liar ini sudah marak terjadi di Kabupaten Solok .
Seperti kita ketahui baru baru ini beberapa bulan belakangan ini di Sungai Abu Nagari Talang Babungo juga viral dengan ada korban meninggal dunia akibat dari tambang emas ilegal yang yang tertimbun yaitu masyarakat pendulang emas oleh longsoron bekas galian tambang emas yang menimbun para penambang manual dengan korban yang berjumlah 12 orang meninggal dunia dan 13 orang luka ringan serta luka berat berikut patah atau cacat permanen.
Terkait dengan marak nya penambang emas ilegal tampa izin di Kabupaten Solok yang telah berlangsung lama bertahun tahun lamanya dan begitu banyak dampak buruk yang terjadi akibat marak nya tambang emas ilegal pada dua Kabupaten Solok Selatan dan Kabupaten Solok Provinsi Sumatra Barat yang sudah banyak dampak buruk terhadap kerusakan ekosistem alam indah menjadi porak poranda banjir bandang di Talang Babungo dan juga menelan korban jiwa yang diakibat oleh pelaku tambang emas tanpa izin.
Dengan maraknya PETI yang telah mengakibat bencana dan menelan korban jiwa yang juga merusak keasrian alam menjadi rusak dan mengancam keselamatan jiwa orang banyak.
Kegiatan tambang emas yang marak terjadi di dua Kabupaten ini seharus nya sudah menjadi atensi serius oleh Pemerintah Pusat , Kabupaten Solok dan Kabupaten Solok Selatan seperti nya sudah tidak mampu mencarikan solusinya atau tutup mata dengan kegiatan PETI yang di exploitasi kerusakan lingkungan pun sudah sangat parah yang sudah meresahkan hal ini dapat dan patut kita duga seperti nya ada suatu permainan kotor untuk kepentingan pihak tertentu yang tidak tersentuh hukum.
Kong kalikong yang berpura pura tidak mengetahui pemerintahan dan APH seolah olah saling tuding menuding dan saling mempersalahkan dan bahkan cuci tangan di saat terjadi suatu permasalahan berat seperti bencana alam dan korban jiwa akibat dari pelaku tambang yang marak di kabupaten Solok dan Solok Selatan di Sumatra barat.
Bismar Ginting, SH.,MH selaku Ketua Umum LBHK-Wartawan saat dimintai komentar nya terkait PETI, mengatakan bahwa Pertambangan Tanpa Izin (PETI) masih jadi persoalan yang berlarut-larut hingga saat ini. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mencatat terdapat lebih dari 2.700 lokasi PETI yang tersebar di Indonesia. Dari jumlah tersebut, lokasi PETI batubara sekitar 96 lokasi dan PETI Mineral sekitar 2.645 lokasi berdasarkan data tahun 2021 (triwulan-3). Salah satu lokasi PETI yang terbanyak yaitu di Provinsi Sumatera Selatan.
PETI adalah kegiatan memproduksi mineral atau batubara yang dilakukan oleh masyarakat atau perusahaan tanpa memiliki izin, tidak menggunakan prinsip pertambangan yang baik, serta memiliki dampak negatif bagi lingkungan hidup, ekonomi, dan sosial.
“PETI adalah kegiatan tanpa izin, dan memicu kerusakan lingkungan. Kegiatan ini juga memicu terjadinya konflik horisontal di dalam masyarakat,” kata Bismar.
Selain itu, PETI juga mengabaikan kewajiban-kewajiban, baik terhadap Negara maupun terhadap masyarakat sekitar. “Karena mereka tidak berizin, tentu akan mengabaikan kewajiban-kewajiban yang menjadi tanggung jawab penambang sebagaimana mestinya. Mereka tidak tunduk kepada kewajiban sebagaimana pemegang IUP dan IUPK untuk menyusun program pengembangan dan pemberdayaan masyarakat, termasuk juga pengalokasian dananya,” ujar Bismar.
Sepertinya pemerintah kurang tegas melakukan upaya penindakan terhadap masyarakat atau rakyat mapun badan hukum yang melakukan PETI, dari sisi regulasi, PETI melanggar Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2021 tentang Perubahan atas Undang-Undang (UU) Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara. Pada pasal 158 UU tersebut, disebutkan bahwa orang yang melakukan penambangan tanpa izin dipidana penjara paling lama 5 tahun dan denda paling banyak Rp100.000.000.000.
Termasuk juga setiap orang yang memiliki IUP pada tahap eksplorasi, tetapi melakukan kegiatan operasi produksi, dipidana dengan pidana penjara diatur dalam pasal 160. Pertambangan Tanpa Izin melanggar Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2021 tentang Perubahan atas Undang-Undang (UU) Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara.
Di pasal 161, juga diatur bahwa setiap orang yang menampung, memanfaatkan, melakukan pengolahan dan/atau pemurnian, pengembangan dan/atau pemanfaatan pengangkutan, penjualan mineral dan/atau batubara yang tidak berasal dari pemegang IUP, IUPK, IPR, SIPB atau izin lainnya akan dipidana dengan pidana penjara.
Dampak sosial kegiatan PETI antara lain menghambat pembangunan daerah karena tidak sesuai RTRW, dapat memicu terjadinya konflik sosial di masyarakat, menimbulkan kondisi rawan dan gangguan keamanan dalam masyarakat, menimbulkan kerusakan fasilitas umum, berpotensi menimbulkan penyakit masyarakat, dan gangguan kesehatan akibat paparan bahan kimia.
“PETI juga berdampak bagi perekonomian negara karena berpotensi menurunkan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dan penerimaan pajak. Selain itu, akan memicu kesenjangan ekonomi masyarakat, menimbulkan kelangkaan BBM, dan berpotensi terjadinya kenaikan harga barang kebutuhan masyarakat,” imbuhnya.
Dari sisi lingkungan, PETI akan menimbulkan kerusakan lingkungan hidup, merusak hutan apabila berada di dalam kawasan hutan, dapat menimbulkan bencana lingkungan, mengganggu produktivitas lahan pertanian dan perkebunan, serta dapat menimbulkan kekeruhan air sungai dan pencemaran air.
“Pada umumnya lahan bekas PETI dengan metode tambang terbuka yang sudah tidak beroperasi meninggalkan void dan genangan air sehingga lahan tersebut tidak dapat lagi dimanfaatkan dengan baik. Seluruh kegiatan PETI tidak memiliki fasilitas pengolahan air asam tambang, sehingga genangan-genangan air serta air yang mengalir di sekitar PETI bersifat asam. Ini berpotensi mencemari air sungai. Bahaya lain yang ditimbulkan PETI adalah batu bara yang terekspos langsung ke permukaan berpotensi menyebabkan swabakar, sehingga dalam skala besar berpotensi menyebabkan kebakaran hutan,” pungkas Bismar.
Pelaksanaan PETI juga umumnya mengabaikan keselamatan dan kesehatan kerja (K3). Banyak terjadi pelanggaran seperti menggunakan peralatan yang tidak standar, tidak menggunakan alat pengamanan diri (APD), tidak adanya ventilasi udara pada tambang bawah tanah, dan tidak terdapat penyanggaan pada tambang bawah tanah.
Untuk itu saran Kami sebaikanya Presiden RI dalam hal ini Prabowo instruksikan keras ke Kapolri, Menteri terkait serta penagak hukum lainnya agar jangan bermain – main dalam penegakan hukum PETI tegas Bismar.(Defrizal)