Depok, mediasinarpagigroup.com – Pembangunan Kampus Universitas Islam Internasional Indonesia (UIII) di Kampung Bulak, Kelurahan Cisalak Kecamatan Sukmajaya Kota Depok Provinsi Jawa Barat dari tahun 2019 sampai saat ini masih mengisahkan tangis, sedih dan kecewa yang mendalam bagi warga terdampak pembangunan tersebut.
Sampai saat ini penyelesaian lahan seluas 142 hektar belum terselesaiakn yang di klaim oleh Kementerian Agama sejak tahun 2018 itu.
Sementara salah satu warga terdampak, yang sudah puluhan tahun menempati tanah tersebut, Jeremias Ndiang dan warga lainya yang terkena dampak pembangunan Kampus UIIl menemukan kejanggalan dari proses alih lahan tersebut.
Jeremias Ndiang, yang merupakan salah satu anggota Aliansi Jurnalis Warga Indonesia (AJWI) dan telah menempati lahan tersebut sudah 20 tahun mengatakan, dalam proses pembangunan tersebut ada kejanggalan. “Pada rapat pertama warga dengan pihak-pihak terkait yaitu tanggal 4 Desember 2017 di Hotel Bumi Wiyata Depok memaparkan Kampus Universitas Islam Internasional Indonesia UIII memerlukan lahan 20 persen dari tolal 142 hektar, artinya lebih kurang 30 hektar, namun fakta di lapangan di betuk Zona 1,2,3 dan akan di habiskan, maksudnya perlunya 30 hektar, koq sekarang 142 hektar, ini kan pemerintah bohong!,” ungkap Jeremias kesal.
Jeremias melanjutkan, pada zona 1 atau 2 tidak di sosialisasikan dengan baik, ada ketidak beresan tentang adanya pendataan, penilaian, pengukuran tanah warga yang dilakukan team KJPP (Kantor Jasa Penilaian Publik) apa yang tidak beres ? Dia menjelaskan karena antara Kantor Jasa Penilaian Publik (KJPP) dengan keluarnya keputusan Gubernur Jawa Barat itu juga tidak singkron.
“Kami berharap Pak Joko Widodo sebagai Presiden RI mengambil sikap persoalan pembangunan Kampus UIII,” tutur Jeremias Ndiang saat di temui AJWI Depok, Jumat (3/12)
Sementara di tempat yang sama, Lawyer dari Jeremias Ndiang dkk, yakni Dr, H .Nurianto RS, SH.,MH.,MM membenarkan adanya kejangaalan atas penyelesaian kasus tanah milik warga yang telah di klaim oleh Kementerian Agama itu.
“Kejanggalan yang saya temukan yakni, satu, sebelum di lakukan penggusuran hendaknya di sosialisasikan terlebih dahulu dengan baik kepada warga. Kedua, dalam perhitungan ganti rugi hendaknya diutamakan rasa keadilan, trasfaransi dan akuntabel, dan ketiga lebih diutamakan pendekatan humanis terhadap warga sehingga tidak terjadinya bergejolak di lapangan,” jelas Nurianto, demikan ketarangan ini disampaikan oleh Tim Lawyer dari Jeremias Ndiang dkk kepada media ini.(Aditia/Red)