Surabaya | mediasinarpagi – Mahasiswa akan dihadapkan dengan berbagai jenis tugas selama kuliah. Tugas-tugas tersebut umumnya terdiri dari tugas individu dan kelompok, sebagaimana tugas Kelompok dibawah ini yaitu : KEDUDUKAN ANAK DI LUAR KAWIN, TUGAS STRUKTURAL PERDATA, Dosen Pembimbing: Dr. Eti Mul Erawati, S.H., M.Hum, Anggota : Anggota: Elita Putri NIM 23. 1101.11778, M. Deny Setiaji NIM 23.1101.11794, Saring Anggoro 23.1101.11810, UNIVERSITAS WIJAYA KUSUMA, TAHUN 2024
- MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974
Di dalam Undang-Undang Perkawinan, UU No. 1 Tahun 1974, membagi kedudukan anak ke dalam dua kelompok, yaitu:
- Anak sah adalah anak yang dilahirkan dalam atau sebagai akibat perkawinan yang sah (Pasal 42).
- Anak yang dilahirka di luar perkawinan. Pasal 43 ayat (1) menentukan bahwa anak yang dilahirkan di luar perkawinan hanya mempunyai hubungan perdata dengan ibunya dan keluarga ibunya. Artinya, si anak tidak mempunyai hubungan hukum dengan ayahnya, baik yang berkenaan dengan Pendidikan maupun warisan. Dengan adanya ketentuan dalam Undang-Undang Perkawinan, UU No. 1 Tahun 1974 yang menyatakan bahwa anak luar kawin hanya mempunyai hubungan hukum dengan ibunya.
- MENURUT BURGERLIJK WETBOEK
Menurut Pasal 272 BW, bahwa anak-anak di luar kawin yang dapat diakui adalah anak yang dilahirkam oleh seorang ibu tetapi tidak dibenihkan oleh seorang pria yang berada dalam ikatan perkawinan sah dengan ibu si anak tersebut dan tidak termasuk di dalam kelompok anak zinah dan anak-anak sumbang.
Ada 3 (tiga) sarana yang diperkenankan oleh KUH-Perdata sebagai tempat pengakuan anak luar kawin:
- Pengakuan yang dilakukan dengan menggunakan akta perkawinan orang tua anak luar kawin tersebut. Artinya, dalam akta perkawinan kedua orang tua anak tersebut ada klausula tentang pengakuan anak mereka yang telah lahir sebelum mereka melangsungkan perkawinan sah.
- Pengakuan anak dengan menggunakan akta kelahiran anak luar kawin itu sendiri
- Pengakuan berdasarkan akta otentik yang khusus dibuat untuk itu. Sarana pengakuan anak luar kawin tersebut diatur dalam pasal 281 KUH-Perdata (buku I). Dalam pasal-pasal yang lain dari KUH-Perdata tidak ada ketentuan yang memungkinkan pengakuan anak luar kawin dengan menggunakan testament. Tidak adda ketentuan tegas dalam KUH=Perdata tentang penggunaan testament untuk melakukan pengakuan anak hendaknya tidak ditafsirkan bahwa hal itu tidak mungkin terjadi. Segala sesuatu bisa saja terjadi, sebab pewaris mempunyai hak kebebasan.
Pewarusan terhadap anak luar kawin diatur dalam KUH Perdata, antara lain:
- Pasal 863
Jika yang meninggal meninggalkan keturunan yang sah atau seorang suami atau istri, maka anak-anak luar kawin mewarisi 1/3 bagian dari bagian yang seharusnya mereka terima jika mereka sebagai anak-anak yang sah.
- Passal 865
Bila yang meninggal itu tidak meninggalkan ahli waris yang sah menurut undang-undang, maka anak-anak di luar kawin itu mewarisi harta peninggalan itu seluruhnya.
- Pasal 867
Undang-undang tidak memberikan hak apapun kepadda anak di luar kawin atas barang-barang dan keluarga sedarah kedua orangtuanya, kecuali dalam hal tercantum dalam pasal berikut.
- Pasal 873
Bila salah seorang dan keluarga sedarah tersebut meninggal dunia tanpa meninggalkan keluarga sedarah dalam derajat yang diperkenankan mendapat warisan dan tanpa meninggalkan suami atau istri, maka anak di luar kawin yang diakui berhak menuntut seluruh warisan untuk diri sendiri dengan mengesampingkan negara.
Jadi, sesuai pengaturan KUH Perdata, waris-mewaris hanya berlaku bagi anak luar kawin yang diakui oleh ayah dan/atau ibunya. Tanpa pengakuan dari ayah dan/atau ibu, anak luar kawin tidak mempunyai hak mewaris.
- MENURUT MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 46/PUU-VIII/2010
- Putusan MK Nomor 46/PUU-VIII/2010 menyatakan bahwa Pasal 43 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan yang berbunyi “Anak yang dilahirkan di luar perkawinan hanya mempunyai hubungan perdata dengan ibunya dan keluarga ibunya,” bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat sepanjang dimaknai menghilangkan hubungan perdata dengan laki-laki yang dapat dibuktikan berdasarkan ilmu pengetahuan dan teknologi dan/atau alat bukti lain menurut hukum ternyata mempunyai hubungan darah sebagai anaknya, sehingga ayat tersebut harus dibaca,
“Anak yang dilahirkan di luar perkawinan hanya mempunyai hubungan perdata dengan ibunya dan keluarga ibunya serta dengan laki-laki sebagai ayahnya yang dapat dibuktikan berdasarkan ilmu pengetahuan dan teknologi dan/atau alat bukti lain menurut hukum mempunyai hubungan darah, termasuk hubungan perdata dengan keluarga ayahnya.”
Jika dikaitkan dengan ketiadaan relasi perdata dengan ayah biologisnya, eksistensi anak sebagai warga negara teredukasi secara sistematis. Ini bisa dilihat dari UU No. 23 Tahun 2006 yang mensyaratkan pembuatan Akta Kelahiran seorang anak harus disertai dokumen perkawinan resmi dari negara. Ketiadan Akta Kelahiran, seorang anak akan mengalami kendala ketika harus memperoleh akses Pendidikan, pelayanan kesehatan bantuan sosial, dan beberapa jasa pelayanan publik lainnya. Tanpa adanya Akta Kelahiran tentu ini akan berimplikasi anak tidak mendapatkan “hak waris” dimana hal ini sangatlah merugikan hak anak.
Dalam kasus perkawinan ‘tidak sah’, anak tidaklah layak menyandang status bersalah, baik secara hukum negara maupun norma agama, karena kelahirannya di luar kehendaknya sendiri. Hal demikian, akibat penerapan pasal 43 (ayat 1) UU No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan. Pengaturan mengenai kedudukan anak luar nikah yang diatur dalam ketentuan Pasal 43 UU No. 1 Tahun 1974 selama ini tidak cukup memadai dalam memberikan perlindungan hukum dan cenderung diskriminatif, status anak di luar nikah atau anak yang dilahirkan di luar perkawinan yang sah hanya memiliki hubungan keperdataan dengan ibunya dan keluarga ibunya tanpa adanya tanggung jawab dari ayah biologisnya. Sehingga pada kenyataannya seorang anak harus ikut menanggung kerugian yang ditimbulkan oleh tindakan kedua orangtuanya.
LAHIRNYA PUTUSAN MK 46/PUU-VIII/2010 TERKAIT GUGATAN MACHICA MOCHTAR
Dasar hukum lahirnya putusan MK 46/PUU-VIII/2010 terkait yudisial review UU Perkawinan No. 1 Tahun 1974 yaitu:
Bertentangan dengan Undang-Undang Pasal 28 d ayat 1 yang berbunyi “Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama dihadapan hukum.” Bertentangan dengan equality before of law yang menjunjung tinggi persamaan atau semua orang sama dihadapan hukum.
Machica Mochtar, artis yang menikah secara siri dengan Mantan Menteri Sekretaris Negara di Era Orde Baru Moerdiono. Machica memohonkan agar pasal 2 ayat (2) yang mengatur masalah pencatatan perkawinan dan pasal 43 ayat (1) yang mengatur status keperdataan anak luar kawin dinyatakan bertentangan dengan konstitusi dan harus dinyatakan tidak mempunyai kekuatan hukum dengan segala akibatnya sehingga puteranya Muhammad lqbal Ramadhan bin Moerdiono agar diakui sebagai anak almarhum Moerdiono.
Namun, Mahkamah Konstitusi membuat kebijakan/politik hukum baru yang revolusioner. MK mengabulkan permohonan pengujian pasal yang diajukan oleh Machica Mochtar Putusan ini terkait pengujian pasal 43 ayat (1) UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan yang dimohonkan Aisyah Mochtar (Machica Mochtar) dan anaknya, Muhammad lqbal Ramadhan bin Moerdiono. “Mengabulkan permohonan para Pemohon untuk sebagian, Pasal 43 ayat (1) UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan yang menyatakan “Anak yang dilahirkan di luar perkawinan hanya mempunyai hubungan perdata dengan ibunya dan keluarga ibunya bertentangan dengan UUD 1945 sepanjang dimaknai menghilangkan hubungan perdata dengan laki-laki yang dapat dibuktikan berdasarkan ilmu pengetahuan dan teknologi dan atau alat bukti lain menurut hukum ternyata mempunyai hubungan darah sebagai ayahnya,” kata Ketua MK Mahfud MD, saat membacakan putusan di Jakarta, Jum’at (17/2/2012).
Putusan MK ini juga mencerminkan prinsip Persamaan di hadapan hukum (equality before the law) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28D ayat (1) yang berbunyi : “Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama dihadapan hukum.”
Dasar hukum pengakuan anak di luar kawin untuk menjadi anak yang diakui secara Undang-Undang:
- Yurisprudensi Putusan Pengadilan Agama PA Bojonegoro Nomor 1484/Pdt.G/2017/PA.Bojonegoro
- Yurisprudensi Putusan PA Bojonegoro Nomor 124/Pdt.p/2017/PA.BJN
- Pasal 7 ayat 1 UndangUndang Nomor 23Tahun 2002 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik lndonesia nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak: Setiap anak berhak untukmengetahui orang tuanya, dibesarkan, dan diasuh oleh orang tuanya sendiri
- bahwa berdasarkan Keputusan Rapat Kerja Nasional Mahkamah Agung RI. tanggal 31 Oktober 2012 bunyinya “Anak yang lahir dalam perkawinan siri dapat mengajukan permohonan PENGESAHAN anak ke Pengadilan Agama, karena anak mempunyai Hak Asasi untuk mengetahui dan memperoleh kepastian siapa orang tuanya.”
STATUS NASAB ANAK DI LUAR NIKAH SECARA HUKUM ISLAM
Nasab secara etimologi :
Yaitu al karobah (kerabat), kerabat dinamakan nasab sebab 2 kata tersebut ada hubungan dan keterkaitannya.
- Fatwa MUI Nomor 11 Tahun 2012
Tentang kedudukan anak hasil zina dan perlakuan terhadapnya, bunyinya “Anak hasil zinah tidak memiliki hubungan nasab, wali nikah, waris dan nafaqah dengan laki laki yang menyebabkan kelahirannya.”
- Selanjutnya dalam hak waris pasal 186 kompilasi hukum islam yang berbunyi, “Anak yang lahir di luar perkawinan hanya memiliki hubungan saling mewarisi engan ibunya dan keluarga ibunya.”
- Menurut Mazhab Imam Syafi’i: status nasab anak diluar nikah adalah anak yang lahir kurang dari 6 bulan setelah adanya persetubuhan dengan suami yang sah sehingga menimbulkan kepastian bahwa anak yang lahir itu bukan anak dari suami yang sah dan nasab anak diluar nikah terhadap ayahnya terputus, maka status anak tersebut merupakan ajnabibiyyah(orang asing) yang tidak memiliki hak terhadap ayah biologisnya, serta apabila anak tersebut perempuan dihalalkan bagi ayah biologisnya untuk menikahiny. (Widoyo).
DAFTAR PUSTAKA
Links:
- https://ejournal.unsrat.ac.id/v3/index.php/lexcrimen/article/view/15338/14886
- https://www.hukumonline.com/berita/a/hak-dan-status-hukum-anak-luar-perkawinan-lt5b1fb50fceb97/
- https://sumut.kemenkumham.go.id/berita-kanwil/berita-utama/kedudukan-anak-luar-nikah-pasca-putusan-mk-nomor-46puu-vii2010
- https://www.mkri.id/index.php?page=web.Berita&id=6612&menu=2
- https://www.neliti.com/publications/149279/kedudukan-anak-luar-kawin-menurut-undang-undang-no-1-tahun-1974-dan-hukum-kanoni
- https://www.neliti.com/publications/146191/hak-dan-kedudukan-anak-luar-nikah-dalam-pewarisan-menurut-kuh-perdata#:text=2.%20Anak%20luar%20kawin%20yang.termasuk%20kelompok%20anak%20zinah%20dan