Banyumas | mediasinarpagigroup.com – Sosok dan karya Ahmad Tohari telah terkategori sebagai bagian dari puncak-puncak estetika sastra Indonesia. Karya-karya sang maestro sastra asal Desa Tinggarjaya, Kecamatan Jatilawang, Kabupaten Banyumas ini memperoleh apresiasi luas baik di Indonesia maupun mancanegara.
Mengapresiasi hayat dan karya Ahmad Tohari, kolektif seni Banyumas mengangkat legenda hidup sastra Indonesia ini dalam Museum Virtual Ahmad Tohari. Museum ini nantinya dapat diakses melalui laman museumahmadtohari.id.
Di museum, pengunjung dapat melakukan virtual tour untuk mengenal hidup dan proses kreatif Ahmad Tohari yang akrab disapa AT. Pengunjung juga dapat mengetahui secara lengkap karya, prestasi dan apresiasi terkait AT.
“Kita mencoba mengumpulkan hayat dan karya pak Ahmad Tohari dalam satu ruang virtual yang namanya Museum Virtual Ahmad Tohari. Di Museum virtual akan ada cerita pengalaman hidup Ahmad Tohari dari masa kanak sampai usia senjakala saat ini,” kata Produser Museum Virtual Ahmad Tohari, Abdul Aziz Rasjid, Minggu (13/11/2022).
Dalam Museum Virtual ini akan tersaji juga arsip-arsip milik Ahmad Tohari berupa buku, surat-surat pribadi hingga karya tulisnya. Adapula piagam-piagam penghargaan yang ia terima sejak awal karir kepenulisan hingga saat ini. Termasuk pula karya alih wahana dari karya sastra ke film.
“Tujuan utamanya agar pengunjung museum dapat mengenal lebih dalam pak Tohari sebagai maestro sastra Indonesia terutama di bidang prosa,” ujarnya.
Aziz mengungkapkan, proses pengerjaan Museum Virtual Ahmad Tohari didukung oleh Program Indonesiana di bidang dokumentasi karya dan pengetahuan maestro. Selain Indonesiana, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) serta Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu).
“Harapan kami nanti juga bisa dapat dukungan dari Pemkab Banyumas atau lembaga-lembaga lain yang punya kepedulian terhadap seni dan kebudayaan di Indonesia,” jelasnya.
Rencananya, lanjut Aziz, Museum Virtual Ahmad Tohari akan di launching pada pertengahan Februari 2023 di Gedung Soetedja Purwokerto. Saat ini kolektif seni di Banyumas yang terlibat dalam pengerjaan museum virtual Ahmad Tohari tengah mengolah arsip serta manggarap film dokudrama tentang fase-fase kehidupan AT.
“Bentuk yang ditemukan misalnya foto Ahmad Tohari waktu dia lagi mendapatkan pendidikan di Iowa Amerika, kemudian surat-surat pribadi Ahmad Tohari kepada istrinya serta anak-anaknya. Tentu saja pengumpulan karya lengkap AT baik novel, kumpulan cerpen, esai baik dalam bahasa Indonesia maupun yang telah diterjemahkan ke berbagai bahasa,” ujarnya.
Penggarapan film dalam Museum Virtual Ahmad Tohari disutradarai oleh Zen Al Ansory yang telah melahirkan karya-karya film fiksi. Film pertamanya adalah Tauhid Dalam Hati dan film pendek pertamanya, yakni Kunjungan Spesial (A Special Visit) yang berhasil diputar pertama kali di Singapore International Film Festival pada program country spotlight untuk 7 film dari Indonesia dan Jogja-Netpac Asian Film Festival.
Dalam penggarapan film di Museum Virtual Ahmad Tohari akan ada empat film yang nantinya bercerita tentang masa kanak-kanak hingga Ahmad Tohari mulai menekuni menulis sastra. Pendekatan estetik di film akan dibumbui dengan pantomim yang menggambarkan perjalanan hidup Ahmad Tohari. Termasuk saat Ahmad Tohari menulis karya magnum opusnya, Ronggeng Dukuh Paruk.
Ahmad Tohari mengatakan dirinya sangat senang dan mengapresiasi apa yang dilakukan oleh kolektif seni Banyumas dalam mendokumentasikan karya-karya serta kehidupannya melalui sebuah Museum Virtual. Museum ini nantinya akan sangat penting bagi perkembangan literasi generasi muda Indonesia.
“Menurut saya ini akan bermanfaat bagi generasi muda memasuki dunia literasi, karena literasi atau kegiatan membaca dan menulis itu sangat penting untuk pengembangan pribadi anak-anak muda. Saya berharap mereka nanti bisa mengakses lewat internet tentang museum virtual itu dan terinspirasi untuk melahirkan karya mereka sendiri,” ucapnya.
Dia mengungkapkan, akan sangat berbeda antara Museum Konvensional yang harus dikunjungi dengan Museum Virtual ini. Salah satunya jangkauan yang lebih luas hingga bisa diakses banyak kalangan.
“Tujuan terbesar dalam hidup saya adalah mengembangkan dunia literasi di Indonesia ini, dan karena sekarang zamannya sudah serba digital, ya melalui dunia digital. Saya harap perkembangan sastra Indonesia ikut berkembang,” pungkasnya.(Widoyo)