Tulungagung | mediasinarpagigroup.com – Sejumlah orang tua siswa di Madrasah Tsanawiyah Negeri (MTsN) 6 Tulungagung,tepatnya di kecamatan Karangrejo, mengeluhkan tindakan komite sekolah yang diduga melakukan pungutan dengan dalih biaya daftar ulang. Parahnya, pungutan tersebut dilakukan tanpa memberikan kwitansi sebagai bukti pembayaran.
Beberapa orang tua yang enggan disebutkan namanya mengungkapkan bahwa mereka diminta membayar sejumlah uang oleh ketua komite saat proses daftar ulang.
“Kami diberitahu bahwa ini adalah biaya wajib untuk daftar ulang. Namun, tidak ada kwitansi yang diberikan sebagai tanda bukti pembayaran,” ujar salah satu orang tua siswa.
Saat Dikonfirmasi ketua komite MTSN 6 Tulungagung prof.Dr.H. Kojin,M.A membenarkan, pihak komite MTSN 6 Tulungagung yang di pimpin nya,memungut siswa sebesar Rp.798.000 dan juga pungutan berupa kebutuan personal sejumlah Rp.375.000 persiswa,saat di temui di ruang kerjanya.
Lebih lanjut Kojin mengatakan “mengakui melakukan pungutan daftar ulang di MTSN 6 Tulungagung digunakan untuk beli sepatu dan seragam Pada siswa.
Kojin juga mengakui bahwa penerimaan uang dari wali murid atau murid MTSN 6 Tulungagung tidak di beri kwitansi pembayaran sebagai tanda bukti telah membayar,hanya sebuah catatan dari pihak komite,tanpa memberi kan pada wali murid,jelasnya
Lebih lanjut kojin juga mengatakan,bahwa dirinya dan pihak komite mulai sekarang bila ada wali murid yg membayar akan kami beri kwitansi ungkapnya.
Sementara itu Novi salah satu anggota komite saat dikonfirmasi mengatakan, hal yang berbeda dengan yang dikatakan ketua komite ,“dana daftar ulang yang di pungut dari siswa sejumlah Rp.798.000 untuk Beli pengeras suara dan proyektor di setiap kelas dengan nominal kurang lebih Rp.100.000.000,dan sisanya untuk renovasi dua ruang kelas yang merupakan tanah wakaf yang tidak bisa di biayai dengan dana bos jelas Novi.
Sementara itu Sri Utami selaku kepala sekolah MTSN 6 Tulungagung mengatakan” kalau daftar ulangnya sebenarnya kita gratis tapi peningkatan mutu kegiatan-kegiatan yang tidak bisa ditopang oleh diva contoh kegiatan Adiwiyata,jelas nya
Lebih lanjut sriutami menjelaskan, “seharusnya itu tidak daftar ulang, namun masuknya ke dalam peningkatan mutu dan kebutuhan person,Masalahnya saya orang baru dan juga tidak mengerti. Masalahnya begini loh pak,itu yang membuat keputusan komite bukan saya, istilahnya begini kita itu di dunia pendidikan,maka dari itu saya dengan pihak komite akan meluruskan hal itu juga, karena pihak komite itu untuk dikumpulkan sulit juga, karena profesor itu juga banyak kesibukan, dan saya tidak akan menyetop itu akan tetapi saya akan meluruskan pungkas nya
Tindakan memungut daftar ULang di lembaga sekolah negri ini jelas bertentangan dengan peraturan pemerintah,yang melarang pungutan biaya daftar ulang di sekolah negeri, termasuk madrasah. Kebijakan tersebut diterapkan untuk memastikan akses pendidikan yang merata dan bebas biaya bagi semua siswa.
Dikutip dari laman Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI, ditegaskan bahwa sumbangan memang bisa diminta dari orang tua siswa, tetapi tidak untuk seluruh orang tua karena sifatnya sukarela. Ketika sumbangan itu diberlakukan untuk seluruh orang tua, itu jatuhnya jadi pungutan. Dalam menentukan pungutan pun, sekolah harus melihat kemampuan ekonomi orang tua siswa.
Sehingga, meskipun istilah yang digunakan adalah ‘dana sumbangan pendidikan’, namun jika dalam penarikan uang tersebut ditentukan jumlah dan jangka waktu pemungutannya, bersifat wajib, dan mengikat bagi peserta didik dan orang tua/walinya, maka dana tersebut bukanlah sumbangan,melainkan pungutan. Sebab, sumbangan pendidikan diberikan secara sukarela dan tidak mengikat satuan pendidikan.
Sementara itu, orang tua siswa berharap Kementerian Agama dan Dinas Pendidikan segera turun tangan untuk menyelidiki dan menyelesaikan permasalahan ini.
“Kami berharap pihak berwenang segera bertindak agar kejadian serupa tidak terulang lagi di masa depan. Pendidikan harusnya bebas biaya dan transparan,” tegas seorang orang tua siswa lainnya.
Kementerian Agama setempat diharapkan segera melakukan investigasi dan memberikan sanksi tegas jika ditemukan pelanggaran. Pungutan liar semacam ini tidak hanya membebani orang tua siswa, tetapi juga merusak citra lembaga pendidikan yang seharusnya menjadi tempat yang aman dan bebas dari praktik-praktik curang.(Team)