Cikopomayak | mediasinarpagigroup.com – Kamis, (28/4) sekelompok orang datang berdemo di Depan Kantor Desa Cikopomayak, sekretaris Desa Cikopomayak Aris Samsul Bahri mengatakan bahwa di Desa Cikopomayak tidak ada sertipikat palsu tegasnya.
Diphak lain Deden Syafei membuat pernyataan ke warga masyarakat Desa Cikopomayak dan Neglasari dengan kasi demonya terkait sertipikat tanah PRONA yang di keluarkan Pemda Bogor tidak resmi alias palsu ,dan tanpa komfirmasi ke pihak desa dan menyebarkan berita yang tidak benar dan mencemarkan nama baik Desa Cikopomayak sehingga warga Desa Cikopomayak tidak terima atas perkataan Deden Syafei tersebut.
Dilain tempat kepala Desa Neglasari H.Nahrowi ketika ditemui mengatakan, no comen dan yang demo itu tidak ada yang di kenal tegasnya.
H.Marzuki sebagai panitia pengurusan sertipikat yang ada di desa Cikopomayak mengatakan panitia tidak pernah mengeluarkan sertipikat palsu dari Pemda, demikian juga keterangan Dedek Tris melalui WhatsApp selaku petugas penagihan pajak Desa Cikopomayak mengatakan kalau Sertipikat hasil PRONA atau PTSL itu palsu ngak mungkin bisa sekolah ke Bank sebab sama Bank di cek ke BPN dan Dia juga megaskan bahwa PRONA atau PTSL itu bukan produk Pemda tapi produk BPN jadi legal tegasnya.
Bismar Ginting,SH.,MH selaku Advokat dan Konsultan Hukum saat dimintai pendapatnya terkait ulah sekelompok orang yang berdemo di Kantor Desa Cikopomayak, mengatakan, bahwa uinjuk rasa atau demonstrasi merupakan salah satu bentuk penyampaian pendapat di muka umum yang dijamin oleh undang-undang. Salah satu ketentuan yang mengatur demonstrasi adalah UU Nomor 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum jo UU No. 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum
Selanjutnya menyampaikan pendapat di muka umum merupakan salah satu hak asasi manusia yang dijamin dalam Pasal 28 Undang-Undang Dasar 1945 yang berbunyi ” “Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan Undang-undang”.
Berdasarkan Pasal 18 UU No. 9 Tahun 1998, setiap orang dengan kekerasan atau ancaman kekerasan menghalang-halangi hak warga negara untuk menyampaikan pendapat di muka umum yang telah memenuhi ketentuan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun.
Namun penyampaian pendapat tersebut harus tetap mengacu pada koridor hukum dan atau tata tertib yang ada, misalnya sebelum demo maka dibuat dulu pemberitahuan ke Polisi, misalnya jumlah peserta demo berapa orang, pada saat demo mengunakan alat apa – apa saja, lalu lokasi demo dimana, berikut yang disuarakan apa – apa saja, sehingga dengan adanya pemberitahuan tersebut pihak Polisi dapat mengamankan peserta demo agar jangan sampai terjadi hal – hal yang tidak di inginkan, untuk itu bila hal itu tidak dilakukan peserta demo atau unras maka kegiatan mereka itu disebut ilegal patut di bubarkan.
Ditambahkan Bismar, terkait dengan narasi yang dibangun oleh pendemo bila ada keterangan mereka yang bohong atau hoax maka sebaiknya dilaporkan saja ke penegak hukum tegas Bismar, hal ini agar menjadi pembelajaran bagi masyarakat luas tegasnya.(Darles Sembiring)