Serang | mediasinarpagigroup.com – Suku Karo adalah suku asli yang mendiami Dataran Tinggi Karo, Kabupaten Deli Serdang, Kota Binjai, Kabupaten Langkat, Kabupaten Dairi, Kota Medan, dan Kabupaten Aceh Tenggara.
Nama suku ini dijadikan salah satu nama kabupaten di salah satu wilayah yang mereka diami (dataran tinggi Karo) yaitu Kabupaten Karo.
Masyarakat Karo sejak Indoneasi belum merdeka sudah banyak yang hijrah ke berbagai daerah yang ada di Indonesia, antar lain banyak yang bermigrasi ke Provinsi Banten mulai dari Tangerang Raya, Serang Raya, lalu Kabupaten Lebak serta Kota Cilegon, dan menurut data sementara bahwa adapun jumlah Masyarakat Karo di Banten diperkirakan lebih dari 10 Ribu KK, atau lebih dari 30 Ribu Jiwa, belum ditambah dengan jumlah anak – anak Mahasiswa/I yang berkuliah di Banten, hal tersebut dikatakan oleh Kapten Ginting, Jumat (4/10/2024).
Ditambahkan Ginting, berangkat dari setelah sekian lamanya Masyarakat Karo bertempat tinggal di Banten tersebut, Kamis (3/10/2024) beberap Tokoh adat serta Tokoh Masyarakat Karo besepakat membentuk satu wadah kebersamaan yang disebut dengan Perkumpulan ‘ KARO BANTEN BERSATU “ adapun tujuan dibentuknya wadah ini yaitu bergerak dibidan Sosial, Adat dan Budaya, Pendidikan dan Keagamaan, gagasan ini di insiatori ada sekitar 15 Warga Karo yang ada di Banten, dan direncana kan minggu kedua bulan Oktoiber 2024 akan diterbitkan Akta Notaris nya.
Dengan dibentuknya wadah kebersamaan Masyarakat Karo tersebut diharapakan rasa kekeluargaan, kebersamaan serta saling tolong menolong Masyarakat Karo yang tersebar di wilayah Provinsi Banten tetap dapat terjaga dengan baik, adapun pengurus yang disepakati untuk menjalankan Perkumpulan ‘ KARO BANTEN BERSATU “ antara lain :
- Ketua Dewan penasehat : Ir Masmur Sembiring
- Ketua Dewan Pembina H.Tobat Ginting
- Ketua Badan Pengawas : Bismar Ginting, SH.,MH
- Ketua Umum Kapten Ginting
- Sekretaris Umum Edwin Sebayang
- Bendahara Umum Serentak Pinem
Dibantu beberapa Wakil Ketua Umum, Wakil Sekretaris, Bendahara pelakana 1 dan 2 serta Anggota Dewan Penasehat, Anggota Dewan Pembina serta Anggota Pengwas lainnya, berikut pengurus bidang masing – masing.
Kapten Ginting selaku Ketua Umum Perkumpulan ‘ KARO BANTEN BERSATU terpilih menegaskan bahwa Masyarakat Karo yang ada di Provinsi Banten harus kompak dan selalu menjaga adat dan istiadat yang telah di wariskan oleh leluhur Masyarakat Karo sebab bila hal tersebut dapat dijalankan maka semuanya urusan pasti akan indah, berangkat dari itu Saya mengajak Kita semua Masyarakat Karo yang ada di Banten untuk mengambil bagian di lembaga ini, sebab dengan dibentuknya lembaga ini diharapkan menjadi sarana berinteraksi yang positif bagi Kita maupun bagi anak – anak Kita dimasa yang akan datang, yang jelas ERSADA KITA ENTEGUH “ ujar pria yang sudah lansia tersebut.
Ditambahkan Kapten Ginting, bahwa Suku Karo adalah suku asli yang mendiami Dataran Tinggi Karo, Kabupaten Deli Serdang, Kota Binjai, Kabupaten Langkat, Kabupaten Dairi, Kota Medan, dan Kabupaten Aceh Tenggara.
Nama suku ini dijadikan salah satu nama kabupaten di salah satu wilayah yang mereka diami (dataran tinggi Karo) yaitu Kabupaten Karo.
Suku ini memiliki bahasa sendiri yang disebut Bahasa Karo, dan memiliki salam khas, yaitu Mejuah-juah. Sementara pakaian adat suku Karo didominasi dengan warna merah serta hitam dan penuh dengan perhiasan emas.Adapun keberadaan Rumah adat suku Karo atau yang dikenal dengan nama Rumah Si Waluh Jabu yang berarti rumah untuk delapan keluarga, yaitu Rumah yang terdiri dari delapan bilik yang masing-masing bilik dihuni oleh satu keluarga. Tiap keluarga yang menghuni rumah itu memiliki tugas dan fungsi yang berbeda-beda sesuai dengan pola kekerabatan masing-masing.
Sejarah Suku Karo Menurut Kol. (Purn) Sempa Sitepu dalam buku “Sejarah Pijer Podi, Adat Nggeluh Suku Karo Indonesia” menuliskan secara tegas etnis Karo bukan berasal dari si Raja Batak. Ia mengemukakan silsilah etnis Karo yang diperoleh dari cerita lisan secara turun temurun dan sampai kepada beliau yang didengar sendiri dari kakeknya yang lahir sekitar tahun 1838.
Etnis Batak Karo memiliki sistem kemasyarakatan atau adat yang dikenal dengan nama Merga Silima, Tutur Siwaluh, dan Rakut Sitelu. Merga disebut untuk laki-laki, sedangkan untuk perempuan disebut beru.
Merga atau beru ini disandang di belakang nama seseorang. Merga dalam masyarakat Batak Karo terdiri dari lima kelompok utama (marga inti/pokok), yang disebut dengan Merga Silima. Kelima merga tersebut adalah: GINTING, KAROKARO, PERANGINANGIN,SEMBIRING, dan TARIGAN.
Kelima marga Batak Karo tersebut mempunyai sub-marga masing-masing, dimana setiap orang Batak Karo mempunyai salah satu dari marga tersebut. Marga diperoleh secara turun temurun dari ayah, marga ayah juga marga anak. Orang yang mempunyai merga atau beru yang sama, dianggap bersaudara dalam arti mempunyai nenek moyang yang sama. Jikalau laki-laki bermerga sama, maka mereka disebut (b)ersenina. Demikian juga antara perempuan dengan perempuan yang mempunyai beru yang sama, maka mereka disebut juga (b)ersenina. Namun antara seorang laki-laki dengan perempuan yang bermerga sama, mereka disebut erturang, sehingga dilarang melakukan perkawinan, kecuali pada merga Sembiring Kembaren.
Dari sekian banyaknya sub Merga yang ada tersebut puluhan ribu KK telah bertempat tinggal di Provinsi Banten, baik yang begama Muslim maupun Non Islam, untuk itu sekali lagi Kami mengajak Kita semua Masyarakat Karo yang ada di Banten untuk bersama – sama membesarkan Perkumpulan ‘ KARO BANTEN BERSATU, terlebih – lebih dalam waktu dekat Kita akan lakukan Pesta Budaya Karo Banten Bersatu rencana bertempat di daerah Balaraja, mohon dukungan dan doa restu semua pihak, terkhusus Masyarakat Karo di Indonesia hal ini agar semua berjalan dengan biak dan lancar, tegas Ketua Umum ‘ KARO BANTEN BERSATU,.(Red)