Jakarta | mediasinarpagigroup.com – Pengurus Pusat Ikatan Notaris Indonesia (PP INI) menyelenggarakan Seminar Nasional dengan Tema “ Perspektif Praktisi Hukum Dalam Rancangan Perubahan Hukum Acara Perdata dan Kajian Hukum Terhadap Dampak Keputusan Mahkamah Konstitusi Atas Undang- Undang Cipta Kerja”, Senin, (1/8) bertempat di Hotel Bidakara Jakarta ruang Birawa.
Acara tersebut di ikuti oleh 1631 peserta yang terdiri dari Anggota Luar Biasa sebanyak 1288 peserta, Notaris sebanyak 342 peserta, Mahasiswa sebanyak 6 peserta dan Umum sebanyak 2 peserta.
Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia, Prof. Yasonna Hamonangan Laoly, S.H., M.Sc, Ph.D dalam sambutannya di hadapan para peserta mengatakan bahwa Ikatan Notaris Indonesia sebagai pedoman organisasi bagi segenap Notaris di seluruh Indonesia memiliki tugas berat yaitu memastikan tegaknya kebenaran dan keadilan serta terpeliharanya keluhuran martabat sebagai pejabat umum yang berintegritas, profesional dan berkualitas serta berkontribusi dalam mendorong pertumbuhan ekonomi melalui pelaksanaan tugas dan jabatan.
“Melalui penyegaran dan pembekalan pengetahuan, saya juga berharap profesionalitas para Notaris semakin meningkat sehingga dapat lebih berpartisipasi dalam meningkatkan investasi di negeri ini sebagai bagian dari pembangunan ekonomi nasional. Pada tugas dan tanggung jawab Notaris dalam melaksanakan profesinya bersentuhan langsung dengan aktivitas masyarakat, hal inilah yang menjadi dasar seorang notaris harus menambah pengetahuan dan mengikuti peraturan perundang-undangan karena terus mengikuti perkembangan zaman, jangan memakai ketentuan-ketentuan yang sudah aorde dan tidak berlaku lagi. Beliau juga mengingatkan untuk menjaga profesionalitas, integritas, SOP pembuatan akta dengan baik dan memenuhi ketentuan Peraturan Perundang-Undangan, tegasnya.
Lebih jauh Yasonna menyatakan, sebagai pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta otentik, tentu akan terdapat banyak problematika terkait pelaksanaan tugas jabatan notaris itu sendiri, misalnya, memastikan kehadiran penghadap atau identitas penghadap, notaris tidak melakukan pembacaan minuta akta di depan penghadap, akta yang dibuat mengakibatkan saham kepemilikan berubah atau hilang atau menyebabkan dualisme kepengurusan, bahkan terdapat akta yang dibuat oleh notaris yang diketahui telah meninggal dunia. “Banyak kami terima laporan seorang notaris membuat akta yang ternyata penghadapnya sudah meninggal,” ujarnya.
Menurut Menkumham, berbagai pelanggaran yang dilakukan oleh oknum notaris akan menimbulkan akibat hukum yang berujung pada adanya gugatan terhadap Kementerian Hukum dan HAM baik melalui Pengadilan Negeri maupun Pengadilan Tata Usaha Negara, hingga pelaporan dugaan tindak pidana kepada aparat penegak hukum. “Disinilah Pemerintah melakukan pengawasan yang ketat terhadap notaris dalam melaksanakan jabatannya,” ujarnya lagi.
Terkait adanya hal itu, Yasonna meminta kepada Majelis Pengawas Notaris (MPN) dan Majelis Kehormatan Notaris (MKN) untuk bertindak tegas dan tidak segan menjatuhkan sanksi kepada oknum notaris yang melakukan pelanggaran jabatan dan kode etik sesuai dengan mekanisme yang diatur dalam peraturan perundang-undangan. “Pengawasan yang efektif dan profesional terhadap notaris mutlak harus dilakukan,” tandasnya.
Selain itu, Ungkap Menteri, pengawasan terhadap profesi Notaris menjadi salah satu syarat yang harus dipenuhi oleh Pemerintah Indonesia dalam proses menjadi anggota Financial Action Task Force (FATF). Keanggotaan pada FATF merupakan hal yang penting dan berdampak luas, karena menjadi bukti bahwa Indonesia telah memiliki legal infrastructure dan institutional infrastructure yang efektif dalam memerangi dan mencegah terjadinya TPPU dan TPPT. Hal tersebut menurutnya akan meningkatkan kepercayaan pelaku usaha dan investor, terutama dari luar negeri. sehingga, perlu dilakukan upaya pencegahan dan pengawasan terhadap notaris yang terlibat dalam pembuatan akta mengandung transaksi TPPU/TPPT, antara lain dengan menerapkan Prinsip Mengenali Pengguna Jasa melalui pengisian form Customer Due Diligence (CDD), Enhanced Due Diligence (EDD), dan pelaporan transaksi keuangan mencurigakan pada aplikasi Government Anti-Money Laundering (goAML).
Dalam wawancara terhadap Wakil Ketua MPR RI/Anggota Komisi III DPR RI, H. Asrul Sani, S,H., M.Si., PR.M., L.L.D., terkait Seminar Nasional PP INI yang bertema Kajian Hukum terhadap dampak Putusan Mahkamah Konstitusi atas UU Cipta Kerja, “DPR menjelaskan bahwa nanti Undang-Undang Cipta Kerja akan kemudian direformulasi ulang, tapi kata reformulasi ulang itu bentuknya seperti apa yang saya kira perlu disepakati kembali oleh Pemerintah karena DPR tidak bisa sendirian. Kenapa tidak langsung karena DPR dikasih waktu dua tahun karena dalam UU tentang pembentukan Peraturan Perundang-Undangan No. 12 tahun 2011 memang belum diatur tentang cara membuat Undang –Undang dengan metode Omnibus yang sesungguhnya kecil-kecilan sudah sering dilakukan, misalnya ngomong tentang RKUHP, metodenya ada omnibusnya karena nanti di ketentuan penutup akan ada sekian pasal dari sekian Undang-Undang yang akan dinyatakan tidak berlaku.
Dengan RUUKUHPer ini juga ada unsur omnibusnya karena tidak hanya HIR dan RBG saja yang dinyatakan tidak berlaku tapi sejumlah ketentuan lain dalam peraturan perundangan juga akan dinyatakan tidak berlaku. Itu belum ada basisnya, basis pengaturannya. Maka yang dilakukan DPR di dua masa siding yang lalu adalah merevisi UU No. 12 tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Pderundang-Undangan supaya memberikan dasar hukum. Nah setelah itu sudah ada dasarnya, maka UU Cipta Kerja akan di Reformulasi lagi. “Salah satu yang kemudian akan didengar adalah aspirasi dari masyarakat”.
Beliau juga mengingatkan kalau kita bicara aspirasi samalah kaya di RKUHP, itu ya sama sesuai dengan bangsa kita ini Bhineka. Jadi aspirasi Undang- Undang itu tidak akan pernah satu. Coba kita Tanya kaum pekerja saudara-saudara kaum buruh ingin jangan begitu, tapi pengusaha ingin begitu, nah pengusaha itu kan banyak juga. Setelah Undang-Undangnya disrlesaikan baru Juklak dan Juknisnya menyusul, Paparnya.
Ketua Umum PP INI Yualita Widyadhari, S.H., M.Kn dalam sambutannya mengatakan,”Saya memberikan apresiasi yang tinggi kepada seluruh peserta yang hadir, untuk diketahui bahwa Seminar Nasional merupakan rangkaian acara HUT INI ke 114, yang diawali berbagai kegiatan diantaranya kegiatan keilmuan melalui media daring Zoom, Syukuran HUT INI pada 1 Juli lalu di Sekretariat jalan Minangkabau, Ziarah ke makam para pendiri INI yang telah memberikan kontribusi besar,jalan sehat hingga seminar nasional hari ini.” Selanjutnya Yualita Widyadhari menambahkan sesuai dengan tema seminar nasional ini bertujuan memberikan saran dan pendapat kepada Pemerintah atas RUU Hukum Acara Perdata yang akan disahkan.“Tentunya kita berharap hari ini menjadi produk hukum yang responsif dan betul-betul bermanfaat bagi masyarakat dan menjadi sarana untuk berdiskusi serta bertukar pendapat.”
Dalam sesi konferensi pers, yang dihadiri Ketua Umum PP INI Yualita Widyadhari, Sekretaris Umum Tri Firdaus Akbarsyah, Ketua Bidang Diklat PP INI Yurisa Martanti dan Ketua Panitia Pelaksana Dewi Andriani, secara bergantian menyampaikan keterangannya.
Diawali Ketua Umum PP INI Yualita Widyadhari yang menyampaikan, “Alhamdulillah hari ini sementara berlangsung Seminar Nasional sebagai rangkaian acara Hari Ulang Tahun (HUT) INI yang ke 114 dapat berjalan lancar dan sukses. Kalau kita tidak batasi itu bisa lebih banyak (peserta), tapi karena kita juga tetap memperhatikan protokol kesehatan sehingga kita batasi dengan 1600-an peserta saja. Sebagian besar dari ALB dan Notaris kemudian ada juga dari Mahasiswa dan umum.”
Ketua Bidang Diklat PP INI Yurisa Martanti menyambung keterangannya, “Jadi ini adalah istilahnya kita bayar yang kemarin. Bagaimana saat Covid kemarin kita tidak ada kegiatan yang bersifat off line. Oleh sebab itu, karena kita memperhatikan anggota, maka mulai saat ini ke depan, kita akan kembali mengadakan seminar-seminar secara luring atau offline yang ada poinnya, sehingga kebutuhan teman-teman notaris yang membutuhkan poin bisa tercapai. Meski demikian, tentunya jangan hanya karena poin saja, hal ini kami lakukan juga demi pengetahuan keilmuan khususnya tentang kenotariatan yang kian hari kian berkembang.
Ketua Panitia Pelaksana Dewi Andriani menjelaskan ,diawali ucapan terimakasihnya kepada seluruh pihak yang terlibat terutama kepada jajaran panitia yang telah menyumbangkan tenaga dan pikirannya hingga acara seminar tingkat nasional itu dapat terlaksana dengan sukses dan lancar. “Kegiatan ini juga merupakan sumbangsih kami selaku pengurus organisasi INI kepada seluruh anggota, ALB, masyarakat dan negara dalam hal memberikan pencerahan terutama yang berkaitan.
Sekretaris Umum PP INI Tri Firdaus Akbarsyah menutup sesi Konferensi pers dengan mengatakan,“Seminar ini bukan hanya di sini saja, kita kan adakan juga di tempat lain agar semua anggota dan masyarakat dapat sama-sama mengambil manfaatnya. Diusianya yang ke-114, yang lebih tua dari usia Republik Indonesia, tentu kita harus bisa memberikan sumbangsih untuk negara kita tercinta. Di Tanggal 4 September Insya Allah kita akan melaksanakan seminar serupa di Jogja. Kami harap, seminar semacam ini bukan hanya sekedar mencari poin saja bagi pesertanya, akan tetapi mendapat pengetahuan tentang keilmuan yang lebih utama.”
Seminar Nasional terbagi dua sesi pembahasan materi, Pada Sesi I dengan tema pembahasan “Perspektif Praktisi Hukum Dalam Rancangan Perubahan Hukum Acara Perdata” Menampilkan Narasumber Wakil Ketua MPR RI/Anggota Komisi III DPR RI, Arsul Sani, S.H., M.Si., PR.M, LL.D, Akademisi FHUI Bidang Hukum Keperdataan, DR. Akhmad Budi Cahyono, S.H., M.H, Wakil Sekretaris Jendral DPN PERADI, Rivai Kusumanegara, S.H., Akademisi FH UNPAD, DR. Herlien Budiono, S.H, dan Kabid Organisasi PP INI, Taufik, S.H., M.Kn. dengan Moderator Dr. Sri Widyawati, S.H., M.K.n. Moderator sesi I menutupnya dengan berharap semoga diskusi hari ini dapat bermanfaat dan menjadi masukan yang berharga dalam rangka memberikan masukan terbentuknya Rancangan Undang-Undang Hukum Acara Perdata yang bisa adaptif, represif, menjamin kepastian hukum, bermanfaat dan tentu saja yang berkeadilan, demikian tandasnya.
Setelah itu dilanjutkan pembahasan pada sesi II yang membahas tema “Kajian Hukum Terhadap Dampak Keputusan Mahkamah Konstitusi Atas UU Cipta Kerja” yang menampilkan Narasumber Hakim Mahkamah Konstitusi RI, DR. Suhartoyo, S.H., M.H., Anggota Komisi III DPR RI Taufik Basari, S.H., S.Hum., LL.M, Akademisi Notaris dan PPAT, DR. Habib Adjie, S.H., M.Hum, Pakar Hukum Tata Negara, Bivitri Susanti, S.H., LL.M, dan Ketua Bidang Informasi dan Teknologi PP INI Aulia Taufani, S.H yang dimoderatori oleh Rita Diana Syarifah, S.H., M.Kn.
Modertor sesi II menyampaikan poin-poin penting dari masing -masing narasumber yaitu Bapak Suhartoyo, untuk menghindari adanya kepastian hukum maka keputusan yang dibentuk dengan inkonstitusional bersyarat ini juga terkait dalam hal uji dari formilnya bukan dari substansinya dari Departemen Cipta Kerja sehingga memberikan waktu kepada Pemerintah dan DPR untuk memperbaiki dalam jangka waktu dua tahun.
Selanjutnya dari Bapak Taufik, Bahwa dari DPR sendiri sampai saat ini masih menunggu respon dari pemerintah untuk melkukan perbaikan terkait atas UU Cipta Kerja itu sendiri dn menyarankan agar kita sebagai Notaris juga memnfaatkan golden momen ini agar bisa kelak berpartisipasi dalam memberikan perbaikan-perbaikan dalam segi substansi yng mana itu dimungkinkan untuk melakukan perubahan secara substansi. Sementara dari Bu Bivitri, secara teori kepustakaan negara bisa diarikan bahwa Inkonstitusional secara bersyarat itu juga akhirnya dibekukan sampai dilakukan perbaikan secara formil dan sifatnya tidak memihak secara keberlakuannya.
Kemudian dari Bapak Habib Adjie dan Mas Aulia, pada Prinsipnya dengan terbitnya UU Cipta Kerja telah banyak sekali melahirkan norma-norma baru khususnya yang berkaitan dengan kenotariatan dalam hal ini Bibi Perorangan, UMKM, Koperasi dan juga adanya Bank Tanah untuk PPAT dan juga Akta Elektronik dan selanjutnya bagaimana keberlakuan UU Cipta Kerja jika sampai dengan jangka waktu yang diberikan tidak juga dilakukan perbaikan, maka itu yang harus dipikirkan dan diantiipasi oleh pemerintah dalam hal ini, tuturnya.(Bunga Anggun Sari,S.H., M.Kn)