Paluta | mediasinarpagigroup.om – Sembilan belas tahun dirampas untuk negara dalam hal ini departemen kehutanan sesuai direktori putusan Mahkamah Agung No. 2642 K/Pid/2006, kawasan hutan Padang Lawas yang saat ini Padang Lawas Utara desa Kosik Putih masih dalam penguasaan PT Torganda.
Tampak terlihat alat berat merek CAT 320cc di areal perkebunan kelapa sawit yang diduga dikelola tanpa izin sesuai ketentuan administrasi yang jelas. Sampai saat ini masih polemik ditengah-tengah masyarakat desa kosik putih, kecamatan simangambat kabupaten padang lawas utara.
Sesuai informasi yang dihimpun media ini dilapangan, beberapa minggu yang lalu alat berat itu sudah disuruh pergi oleh kelompok massa rakyat desa kosik putih sembari menyampaikan kepada operator bahwa massa rakyat yang juga massa tani akan masuk ke areal tersebut.
Seperti yang di sampaikan Muhammad AD ” Bawa alat berat itu pergi dari kawasan ini pak, karena kami akan masuk dan menduduki lahan ini kembali dengan ketentuan administrasi”
Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa, seluas 47.000 Ha perkebunan kelapa sawit yang dikuasai oleh PT Torganda dan PT Torus Ganda beserta seluruh bangunan diatasnya ditetapkan menjadi barang bukti yang disita; “Dirampas Untuk Negara dalam hal ini Departemen Kehutanan”.
Namun tampak beberapa hari ini di areal atau dikawasan tersebut, ember setan bermerek CAT 360cc itu tetap beroperasi walaupun tanpa legal aspek dan legal standing yang jelas, atau diduga menguasai lahan tanpa izin.
Sementara untuk saat ini warga desa Kosik Putih bertindak secara bersama-sama menyiapkan kuasa substitusi/retensi dan menunjuk secara langsung badan hukum badan usaha PT Agraria Tapanuli Selatan untuk menguasai lahan tersebut untuk kepentingan ekonomi mandiri warga desa Kosik Putih.
Pemerintah memiliki wewenang untuk mengambil alih tanah partikelir yang digunakan untuk kepentingan umum; sesuai pasal 33 Ayat (3) Undang-Undang Dasar Tahun 1945, kepentingan umum adalah kepentingan yang terkait dengan kebutuhan dan kesejahteraan masyarakat luas.
Utamanya adalah kepentingan ekonomi dan kesejahteraan sosial, kepentingan pertahanan negara dan keamanan negara, kepentingan lingkungan hidup dan pelestarian sumber daya alam.
Pasal 35 UUPA menyatakan bahwa penghapusan tanah partikelir dilakukan dengan cara : 1. Pencabutan hak-hak atas tanah partikelir, 2. Pengambilalihan tanah partikelir oleh negara;, 3. Pembayaran ganti rugi kepada pemilik tanah partikelir.
Namun mekanisme penghapusan tanah partikelir pada poin tiga (3) tidak berlaku terhadap PT Torganda dan PT Torus Ganda, karena setelah putusan kasasi Mahkamah Agung menyatakan bahwa 47.000 Ha kawasan yang menjadi areal perkebunan sawit merupakan barang bukti.
Dan sampai saat ini kenyataannya perusahaan tersebut masih menguasai dan mengelola barang bukti, jika dalam hal ini Departemen Kehutanan yang melakukan pembiaran terhadap penyelewengan barang bukti tersebut, maka instansi tersebut layak diseret ke pengadilan karena telah melakukan perbuatan melawan hukum (PMH).
Jika Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Provinsi yang melakukan pembiaran terhadap penyelewengan barang bukti tersebut, maka instansi itu layak diseret ke pengadilan karena telah melakukan perbuatan melewan hukum (PMH).
Jika Forkopimda Padang Lawas dan Padang Lawas Utara yang melakukan pembiaran terhadap penyelewengan barang bukti tersebut, maka seluruh instansi dan institusi itu layak diseret ke pengadilan karena telah melakukan perbuatan melawan hukum (PMH), untuk diadili dan dijatuhi sanksi penetapan kejahatan-kejahatan pejabat sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
Ironis nya sampai hari ini, perusahaan diduga tangan besi itu masih leluasa melakukan kegiatan operasional nya atas barang-barang bukti itu. Pasca 2024 lalu perusahaan ini juga diduga digeruduk karyawan/i terkait isu upah yang tidak layak dan tidak dibayarkan, atas temuan-temuan ini maka layak lah.(Jaudin Hutajulu)